Bila diri ini secara sadar menerawang pada masa silam, nampaklah sekuel hidup semasa kecil dengan berbagai konteks yang melatarinya. Sungguh tak pernah terbayang bila diri ini kini menjelma seperti apa yang kusaksikan sekarang; seorang laki-laki berumur 28 tahun lebih, menetap di Lampung bersama seorang isteri yang membuatku tak lagi bergelar bujangan, jarang pulang ke kampung halaman, dan terpisah dari sanak saudara, kecuali dengan kedua orang tua.
Sungguh tak pernah terbayangkan jika aku terlempar ke tanah Lampung, kuliah di
Kalaupun sesekali aku mengenang masa lalu, sekedar interupsi atas rutinitas hidup yang kujalani kini. Ada kerinduan, keharuan, dan luapan getar emosional khusus saat aku mengenang masa-masa kecil dulu. Kenangan itu kadang memaksaku tersenyum, tertawa, dan juga sedih. Misalnya ketika suatu waktu aku pernah bercita-cita jadi kusir delman sebab merasa enaknya terantuk-antuk di samping kusir delman yang memacu kudanya.
Masa kecil adalah masa lalu yang terlampau jauh jaraknya dari masa kiniku. Hanya sesekali teringat sebagai buah cerita atau menemukan pemaknaan lain. Hari kemarin juga sebetulnya bagian masa laluku. Hari kemarin, pekan kemarin, bulan kemarin, tahun kemarin, sepuluh tahun lalu, juga bagian dari masa laluku.
Masa laluku tidak untuk kusesali atau kubanggakan. Masa lalu kuingat untuk meraih saripati hikmah kehidupan sebagai pijakan hari ini dan esok hari. Masa laluku harus menjadi pijakan bagi hari ini dan esok hari. Begitulah yang kuinginkan dari mengingat masa lalu.
Hari ini aku menikmati keadaanku apa adanya. Aku menerima diriku apa adanya. Aku pun mencoba dan selalu berupaya membawa diri ini pada titik lebih baik dari kemarin. Meski jelas, perlu kesungguhan dan kedisiplinan menjalankannya.
Siapakah aku hari ini? Seorang dermawan atau bakhil-kah? Seorang alim atau pandir-kah? Seorang manusia adil atau dzalim kah? Seorang ramah atau ketus-kah? Seorang malaikat atau iblis-kah? Seorang pembangun atau perusak-kah? Seorang Musa atau Fir’aun kah? Ingin sekali aku lontarkan pertanyaan semacam itu di setiap hari yang kujalani.
Dan soal esok hari, ia akan selalu menjadi masa depan yang ghaib dimana sebagian besar ceritanya tak mampu kita prediksi dalam rincian rencana yang detil. Selalu saja ada yang tak terduga. Aku ingin seperti pamannya si Zuko dalam serial Avatar yang menolak diramal dan lebih memilih menunggu kejutan-kejutan dalam hidupnya.
Perencanaan tentu saja diperlukan, namun aku harus tetap siap menerima kejutan-kejutan yang akan datang pada setiap hari yang kan kujalani.
Comments
Post a Comment