Skip to main content

Tantangan Implementasi UU KIP


Pada 30 april tahun ini, undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) genap dua tahun diterapkan. Hal yang paling ditekankan dalam dua tahun pelaksanaan undang-undang KIP ini adalah soal pembentukan lembaga yang berfungsi menjalankan undang-undang tersebut yakni komisi informasi, serta penguatan kelembagaan di badan publik berupa kewajiban menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Sedangkan PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.

Komisi informasi di tingkat pusat sudah terbentuk. Tetapi di tingkat provinsi, sejauh ini baru ada 13 Komisi Informasi, termasuk Lampung. Adapun PPID, menurut Ketua Komisi Informasi Pusat Abdul Rahman Ma’mun, di tingkat kementerian baru terbentuk 70%, di tingkat pemerintah provinsi baru 39%, sedangkan di tingkat pemerintah kabupaten/kota baru 12%.

Padahal, jika mengacu kepada pasal 60 UU KIP, Komisi Informasi di tingkat provinsi seharusnya sudah terbentuk paling lambat 2 tahun sejak diundangkannya UU KIP ini, tepatnya sebelum 30 April 2010. Sedangkan PPID harus sudah ditunjuk paling lambat 23 Agustus 2011 atau setahun setelah PP nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang KIP diundangkan. Bila belum ditunjuk, tugas dan tanggung jawab PPID dapat dilakukan oleh dinas di bidang informasi, komunikasi, atau kehumasan.

Kelambanan pembentukan Komisi Informasi tingkat provinsi maupun penunjukan PPID di badan publik jelas memprihatinkan. Tanpa Komisi Informasi dan PPID, UU KIP tidak dapat terlaksana maksimal. Perlu ada komitmen dan langkah lebih tegas terutama dari pemerintah pusat untuk mendorong terbentuknya Komisi Informasi di tingkat provinsi maupun PPID di setiap badan publik negara baik di kementerian maupun pemerintah daerah.

Respon badan publik yang terkesan lamban dalam menunjuk PPID patut diduga terkait erat dengan sosialisasi yang minim sehingga pemahaman di internal badan publik terhadap implementasi UU KIP juga tidak utuh dan merata. Penunjukkan PPID-pun pada akhirnya tidak menjadi daftar prioritas program di badan publik.

Apalagi jika jumlah permohonan informasi publik dari masyarakat tidak terlalu banyak sehingga melengkapi alasan badan publik untuk menunda penunjukkan PPID. Padahal, tuntutan undang-undang KIP agar badan publik segera menunjuk PPID adalah supaya lebih siap sejak awal menghadapi kemungkinan banyaknya permohonan informasi dari masyarakat.

Selain soal lambannya pembentukan Komisi Informasi di tingkat provinsi serta penunjukkan PPID di badan publik, kurang geliatnya respon masyarakat terhadap pelaksanaan UU KIP ini juga menjadi tantangan tersendiri. Mungkin belum banyak masyarakat yang mengetahui bahwa UU KIP menjamin hak mereka untuk tahu atas berbagai kebijakan pemerintah dan informasi lainnya yang dimiliki pemerintah. Hal ini lagi-lagi diduga terkait sosialisasi yang minim sehingga belum banyak masyarakat yang memanfaatkannya.

Undang-undang KIP ini sebetulnya sudah memberikan ruang yang sangat luas kepada masyarakat untuk mengetahui informasi apapun yang dimiliki badan publik. Badan publik sebagaimana dimaksud UU KIP adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN atau APBD, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN, APBD, sumbangan masyarakat, atau luar negeri.

UU KIP membawa paradigma baru yang menegaskan bahwa seluruh informasi yang dimiliki pemerintah adalah milik publik kecuali yang ditutup atau dirahasiakan. Pengecualiannya juga sangat ketat dan terbatas. Ini berarti bahwa informasi yang berhak diketahui masyarakat jauh lebih banyak daripada informasi yang dirahasiakan. Ini juga yang membedakan dengan paradigma sebelum UU KIP ini lahir yakni informasi di pemerintah adalah milik pemerintah kecuali yang dibuka untuk publik.

Ada 4 klasifikasi informasi yang disebutkan dalam UU KIP; pertama, informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Informasi tentang kegiatan, kinerja, serta laporan keuangan badan publik termasuk dalam kategori ini. Kedua, informasi yang wajib diumumkan secara serta merta yakni informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Misalnya informasi tentang adanya bencana alam atau wabah penyakit.

Ketiga, informasi yang wajib tersedia setiap saat. Termasuk dalam kategori ini misalnya hasil keputusan badan publik berikut pertimbangannya, rencana kerja proyek, serta seluruh kebijakan badan publik berikut dokumen pendukungnya.

Keempat, informasi yang dikecualikan yaitu informasi yang tidak bisa diberikan kepada pemohon informasi publik. Informasi yang termasuk tipe ini adalah informasi yang jika disampaikan kepada pemohon informasi akan menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan dari perlindungan persaingan usaha yang tidak sehat, membahayakan pertahanan dan kemanan negara, mengungkapkan kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan kepentingan hubungan luar negeri, dan beberapa alasan lain yang spesifik.  

Di lingkungan pemerintahan, urgensi penunjukan kehadiran PPID salah satunya adalah terkait penyediaan dan pengklasifikasian informasi tersebut. PPID melakukan pengklasifikasian informasi sebagaimana dimaksud sehingga akan memudahkan pelayanan informasi ketika ada masyarakat yang mengajukan permohonan informasi publik kepada badan publik tersebut.

Dua tahun pelaksanaan UU KIP seyogyanya menjadi momentum bagi badan publik serta seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat eksistensi dan kemanfaatan undang-undang tersebut. Dengan komitmen bersama, semoga cita-cita penyelenggaraan negara yang transparan, efektif, efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan akan benar-benar terwujud. 

(Ini versi awal tulisan saya sebelum dimuat di Lampung Post edisi kamis 1 Mei 2012)

Comments

Popular posts from this blog

Kunci Keberhasilan Pola Kemitraan Bagi Sektor Perikanan

Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mendefinisikan kemitraan sebagai kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Adapun pola kemitraan yang dianut dalam undang-undang tersebut berupa inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan ( joint venture ), dan penyumberluaran ( outsourcing ). Dari berbagai pola kemitraan tersebut, penulis tertarik memberikan pandangan terhadap praktik pola kemitraan inti-plasma yang selama ini dijalankan di Indonesia. Pola kemitraan inti-plasma ini diperkenalkan Bank Dunia (World Bank) era 1970-an yang diterapkan dalam program pertanian sebagai pengganti model perkebunan skala besar. Sejak saat itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan serangkaian Keputusan Presiden s

Lulus Tes CPNS Tanpa Curang

Ada beberapa teman yang bertanya kepada saya tentang tips-tips supaya lulus tes tulis CPNS. Saya memang punya pengalaman tiga kali ikut tes tulis CPNS dan semuanya lulus. Dua kali lulus tes tulis CPNS dosen, 1 kali lulus tes CPNS pemda. Tahun 2007 dan 2008 saya lulus tes CPNS dosen, tapi gagal di tes wawancara dan microteaching. Akhir 2008, saya lulus tes CPNS pemda yang mengantarkan saya pada profesi baru sebagai calon abdi negara. Banyak orang yang pesimis dengan proses rekrutmen CPNS karena sejarah perekrutan calon-calon pelayan masyarakat ini kerap diimbuhi kasus-kasus ketidakberesan beraroma KKN. Kasus suap, perjokian, serta nepotisme memang selalu mengemuka. Bahkan ada juga yang berujung di meja hijau. Namun, seiring reformasi birokrasi yang rajin didengungkan banyak kalangan, penegakkan hukum yang mulai tumbuh, ditambah media massa yang kritis, rasanya kita tak boleh kehilangan optimisme bahwa ke depan rekrutmen PNS akan berjalan secara jujur. Ketika saya akan mengurus Sur

Pemburu Rente Anggaran (Tulisan di Lampung Post, 12 November 2013)

Salah satu persoalan yang muncul dalam sektor pembiayaan pembangunan pemerintah adalah keberadaan para pemburu rente yang selalu mengintip peluang memperoleh keuntungan dari setiap mata anggaran negara yang akan dibelanjakan, terutama di ranah pengadaan barang dan jasa. Pemburu rente ini bisa dari kalangan internal birokrasi, pejabat politik, pengusaha, bahkan dari aktor yang secara struktural tidak ada dalam wilayah jabatan formal pemerintahan tetapi memiliki pengaruh dalam menentukan agenda pembangunan pemerintah, baik karena ada kaitan kekerabatan maupun karena hubungan pertemanan yang sangat erat dengan penguasa. Tahanan KPK Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Suami dari Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany sekaligus adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mungkin termasuk tipe yang terakhir disebutkan. Ia berada diluar struktur pemerintahan, tetapi diduga berperan penting dalam penentuan kebijakan tender proyek-proyek pemerintah di Provinsi Banten dan Tanger