Skip to main content

Memperbaiki Peringkat Doing Business


Berdasarkan riset International Finance Corporation (IFC) yang dipublikasikan bersama dengan Bank Dunia, peringkat doing business Indonesia tahun 2013 ada di posisi ke 128 dari 185 negara yang dinilai. Ini berarti bahwa Indonesia menempati posisi ke 128 dalam hal kemudahan berbisnis. Tahun 2012 Indonesia menduduki peringkat 129 dari 183 negara, sedangkan pada tahun 2011 berada pada posisi 121 dari 183 negara.

Peringkat doing business ini masih jauh dari harapan pemerintah yang menargetkan bisa meraih posisi 75 pada tahun 2014. Untuk itu, Wakil Presiden Boediono selaku Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) telah menetapkan quick wins nasional berupa jalur cepat perbaikan peringkat doing business. Langkah itu dimulai dengan menugaskan sejumlah wakil menteri untuk menjadi bagian dari Unit Pelaksana Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN) yang diketuai Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo.

Tujuan pelibatan wakil menteri dalam UPRBN adalah untuk mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian masing-masing serta sebagai jaminan bahwa reformasi birokrasi yang merupakan urutan pertama program prioritas nasional berjalan sesuai jadwal yang direncanakan. Jika reformasi birokrasi berjalan lancar, maka akan turut berdampak pada perbaikan peringkat doing business mengingat perizinan usaha dan segala hal yang berkaitan dengannya diatur dalam prosedur birokrasi tertentu.

Peringkat doing business akan membaik jika ada perbaikan dalam kebijakan bisnis misalnya dengan mengurangi jumlah prosedur, meminimalisir biaya, serta mempersingkat waktu pengurusan izin usaha. Maka salah satu tugas penting UPRBN adalah menganalisis berbagai kebijakan yang mendorong kemudahan berbisnis maupun yang menghambatnya serta menetapkan kebijakan untuk menyederhanakan berbagai prosedur perizinan usaha sehingga lebih efisien.

Riset di 20 kota di Indonesia yang disampaikan dalam laporan doing business tahun 2012 menunjukkan bahwa untuk mendirikan usaha rata-rata mensyaratkan 9 prosedur, perlu waktu 33 hari dan biaya sebesar 22% dari pendapatan per kapita. Yogyakarta menjadi kota terbaik dalam kemudahan mendirikan usaha. Namun demikian, bila dibandingkan dengan negara lain, pengusaha di Indonesia harus menunggu 1 bulan lebih lama dibandingkan pengusaha di Malaysia dan menghabiskan 4 kali lipat waktu lebih lama dibandingkan pengusaha Thailand untuk mendirikan usaha.

Reformasi Pelayanan Publik

Reformasi birokrasi mutlak dilakukan untuk memperbaiki pelayanan perizinan usaha maupun pelayanan publik lainnya. Meski harus kita akui, saking seringnya disebut, kata reformasi yang pada awal tumbangnya pemerintahan orde baru terasa bertuah, kini mulai kehilangan gregetnya dan kembali menjadi kata-kata biasa. Faktanya memang, reformasi di tubuh birokrasi berjalan tak secepat reformasi dalam sistem politik.

Upaya reformasi birokrasi belum menampakkan hasil yang diharapkan karena baru menyangkut hard side change dan belum banyak menyentuh soft side change (Hamengku Buwono X, 2009). Yang gampang dilihat adalah kebijakan dalam perampingan struktur, pengendalian jumlah PNS, peningkatan gaji, atau penerapan teknologi seperti kebijakan lelang secara elektronik. Sementara perbaikan mindset dan periaku birokrasi yang berbasis budaya belum terlihat. Dan perubahan yang berbasis budaya itu memang sangat sulit dilakukan bahkan mungkin ada perlawanan dari internal birokrasi.

Dalam hal perizinan, sebetulnya sudah ada arah perbaikan dengan dibentuknya Kantor Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di berbagai daerah. Sesuai dengan namanya, seharusnya setiap perizinan bisa diurus di satu tempat itu saja sehingga lebih efisien. Untuk itu harus ada pembenahan atau modifikasi terhadap aturan perizinan apabila masih memuat kewajiban pengurusan izin di intansi lain selain di kantor PTSP. Jangan sampai ada sindiran yang menyebut kantor PTSP berpintu satu tapi mejanya banyak.

Birokrasi itu ada dalam lingkungan yang dinamis dan dipengaruhi tata nilai kehidupan sosial di masyarakat. Maka, tak bisa dipungkiri jika birokrasi di Indonesia kental dengan budaya paternalistik yang secara kasat mata berpengaruh pada tata nilai yang berkembang. Karena alasan etika profesi misalnya, seorang staf birokrasi lini depan pelayanan tak bisa menyampaikan persoalan yang mereka hadapi di lapangan secara langsung pada pimpinan satuan kerja melainkan secara berjenjang melalui eselon 4 dan seterusnya (Dwiyanto, 2010).

Birokrasi kita juga mewarisi karakter yang pernah dibangun semasa penjajahan Belanda. Pemerintah kolonial mengembangkan birokrasi dengan tujuan mengontrol masyarakat, bukan murni melayani. “Penyakit Birokrasi” semacam itu masih terdapat dalam birokrasi masa sekarang dan sudah seharusnya mendapat pengobatan khusus, apalagi jika pemerintah pusat benar-benar serius memperbaiki peringkat doing business.

Perubahan mindset adalah agenda utama yang harus dilaksanakan. Mantan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad melaksanakan agenda ini dengan membuat perencanaan pelatihan yang berkesinambungan yang diarahkan pada pembukaan gembok mental, peningkatan profesionalisme pegawai, dan pembentukan etos kerja baru melalui pembentukan budaya birokrasi wirausaha.

Rangkaian pelatihan ini bisa saja diadopsi daerah lain yang tentunya melibatkan pakar manajemen perubahan serta psikolog guna mencapai hasil yang diharapkan. Pelatihan ini diarahkan terutamaa untuk pegawai di satuan kerja yang menangani pelayanan publik. Output yang diharapkan adalah pegawai yang kreatif, inovatif, responif, beorientasi pelayanan, dan memiliki etos kerja yang baik. Hasilnya mungkin tidak dalam satu atau dua bulan dirasakan, tergantung konsistensi dari pimpinan di setiap level pemerintahan mengawal agenda perubahan tersebut.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan menempatkan kepala satker yang tepat di kantor pelayanan perizinan maupun kantor pelayanan publik lainnya. Kepala satker tersebut diberikan pula kewenangan untuk melakukan langkah-langkah perubahan yang diperlukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan baik dalam hal penataan personil maupun kebijakan lainnya. Misalnya dengan melakukan sharing experience dengan seluruh staf tentang implementasi pelayanan prima ataupun menggelar briefing mingguan untuk melatih kemampuan pelayanan dengan mengundang pakar pelayanan konsumen.

Hemat saya, perbaikan peringkat doing business bukan sebuah kemustahilan apabila pimpinan di setiap level pemerintahan punya semangat dan komitmen yang sama untuk membenahi berbagai syarat untuk meraihnya, termasuk dengan melaksanakan reformasi di bidang pelayanan perizinan.

Para pelaku bisnis di Indonesia akan kesulitan berkompetisi dengan pelaku bisnis dari negara lain apabila harus menanggung biaya birokrasi sangat tinggi, sementara pelaku bisnis di negara lain membayar biaya birokrasi yang lebih rendah. Maka, sudah seharusnya kita menyediakan lingkungan birokrasi yang mendorong kemudahan kegiatan bisnis agar para pelaku bisnis di Indonesia memiliki daya saing tinggi.

(Dimuat Lampung Post, Selasa, 14 Mei 2013)

Comments

Popular posts from this blog

Kunci Keberhasilan Pola Kemitraan Bagi Sektor Perikanan

Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mendefinisikan kemitraan sebagai kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Adapun pola kemitraan yang dianut dalam undang-undang tersebut berupa inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan ( joint venture ), dan penyumberluaran ( outsourcing ). Dari berbagai pola kemitraan tersebut, penulis tertarik memberikan pandangan terhadap praktik pola kemitraan inti-plasma yang selama ini dijalankan di Indonesia. Pola kemitraan inti-plasma ini diperkenalkan Bank Dunia (World Bank) era 1970-an yang diterapkan dalam program pertanian sebagai pengganti model perkebunan skala besar. Sejak saat itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan serangkaian Keputusan Presiden s

Lulus Tes CPNS Tanpa Curang

Ada beberapa teman yang bertanya kepada saya tentang tips-tips supaya lulus tes tulis CPNS. Saya memang punya pengalaman tiga kali ikut tes tulis CPNS dan semuanya lulus. Dua kali lulus tes tulis CPNS dosen, 1 kali lulus tes CPNS pemda. Tahun 2007 dan 2008 saya lulus tes CPNS dosen, tapi gagal di tes wawancara dan microteaching. Akhir 2008, saya lulus tes CPNS pemda yang mengantarkan saya pada profesi baru sebagai calon abdi negara. Banyak orang yang pesimis dengan proses rekrutmen CPNS karena sejarah perekrutan calon-calon pelayan masyarakat ini kerap diimbuhi kasus-kasus ketidakberesan beraroma KKN. Kasus suap, perjokian, serta nepotisme memang selalu mengemuka. Bahkan ada juga yang berujung di meja hijau. Namun, seiring reformasi birokrasi yang rajin didengungkan banyak kalangan, penegakkan hukum yang mulai tumbuh, ditambah media massa yang kritis, rasanya kita tak boleh kehilangan optimisme bahwa ke depan rekrutmen PNS akan berjalan secara jujur. Ketika saya akan mengurus Sur

Pemburu Rente Anggaran (Tulisan di Lampung Post, 12 November 2013)

Salah satu persoalan yang muncul dalam sektor pembiayaan pembangunan pemerintah adalah keberadaan para pemburu rente yang selalu mengintip peluang memperoleh keuntungan dari setiap mata anggaran negara yang akan dibelanjakan, terutama di ranah pengadaan barang dan jasa. Pemburu rente ini bisa dari kalangan internal birokrasi, pejabat politik, pengusaha, bahkan dari aktor yang secara struktural tidak ada dalam wilayah jabatan formal pemerintahan tetapi memiliki pengaruh dalam menentukan agenda pembangunan pemerintah, baik karena ada kaitan kekerabatan maupun karena hubungan pertemanan yang sangat erat dengan penguasa. Tahanan KPK Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Suami dari Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany sekaligus adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mungkin termasuk tipe yang terakhir disebutkan. Ia berada diluar struktur pemerintahan, tetapi diduga berperan penting dalam penentuan kebijakan tender proyek-proyek pemerintah di Provinsi Banten dan Tanger