Rekrutmen CPNS yang akan dilaksanakan instansi pemerintah
baik di tingkat pusat maupun daerah akhir tahun ini seharusnya bisa menjadi
model rekrutmen yang berbeda dan lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Alasan pertama karena rekrutmen tahun ini merupakan rekrutmen pertama setelah
masa moratorium. Asumsinya, selama masa moratorium pemerintah pusat telah melakukan
evaluasi holistik terhadap manajemen kepegawaian secara nasional termasuk
didalamnya penyelenggaraan rekrutmen CPNS untuk membangun model rekrutmen yang
lebih baik di masa berikutnya.
Alasan kedua karena adanya semangat reformasi birokrasi yang
digulirkan pemerintah pusat dimana salah bentuk keseriusannya adalah tampilnya
wakil presiden sebagai ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi. Dengan
dipimpin wakil presiden maka kebijakan reformasi birokrasi bisa lebih powerfull
dan diterima oleh aparat birokrasi di lintas kementerian maupun daerah
dibandingkan jika hanya dipimpin oleh seorang menteri.
Meskipun sosialisasi gerakan reformasi birokrasi terasa belum
massif di tingkat masyarakat, semangat pemerintah untuk memperbaiki sistem
rekrutmen CPNS sebagai bagian dari agenda reformasi birokrasi selayaknya
terwujud juga dalam agenda rekrutmen CPNS tahun ini. Jika perbaikan model
rekrutmen itu tak nampak, bukan hanya komitmen Tim Reformasi Birokrasi yang
akan dipertanyakan, tetapi juga peta jalan reformasi birokrasi secara
keseluruhan yang didesain Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi.
Tahap awal pembenahan rekrutmen CPNS sebetulnya sudah
menunjukkan arah positif dengan ditetapkannya persyaratan ketat bagi instansi
pemerintah yang akan membuka lowongan CPNS. Prinsip pertumbuhan nol menjadi
pedoman utama. Jumlah PNS yang masuk harus sama dengan jumlah PNS yang keluar
(pensiun). Tiap instansi pemerintah juga diharuskan memiliki peta jabatan dan
rencana kebutuhan pegawai untuk lima tahun ke depan. Sedangkan pemerintah
daerah boleh merekrut CPNS apabila belanja pegawainya dibawah 50% dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Hasil dari pengetatan persyaratan tersebut dapat kita lihat
pada saat pembagian formasi lowongan CPNSD dimana tidak semua pemerintah daerah
di Lampung mendapat alokasi. Beberapa daerah yang tidak memenuhi syarat diatas
tidak bisa merekrut CPNS. Sampai dengan tahap ini kita masih bisa mengatakan
bahwa secara umum agenda reformasi pada sistem pengadaan CPNS tahun ini
berjalan sesuai skenario. Paling tidak, prinsip pertumbuhan nol masih mungkin
terealisasi serta ada upaya lebih serius dari pemerintah daerah guna memenuhi
syarat yang ditentukan.
Yang sekarang patut kita cermati adalah tahap pelaksanaan
ujian seleksi CPNS sampai dengan tahapan pengumuman kelulusan. Sejak dulu
tahapan inilah yang paling sering disoroti masyarakat maupun media karena menjadi
titik rawan penyelewengan. Beragam kasus muncul dari tahapan ini seperti
perjokian, transparansi nilai ujian, serta dugaan manipulasi data hasil ujian
serta kelulusan.
Pada dasarnya pemerintah pusat mendorong perbaikan metode
ujian dengan menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT). Dengan
sistem ini setiap peserta bisa mengetahui nilai masing-masing langsung setelah
pelaksanaan test. Tetapi karena keterbatasan alat dan biaya, tidak semua
instansi memberlakukan sistem CAT. Banyak instansi lain seperti pemerintah
daerah yang masih menggunakan Lembar Jawaban Komputer (LJK).
Jika menurut kajian sistem ujian menggunakan CAT lebih fair
daripada sistem LJK, seharusnya memang tersedia dana yang memadai untuk
menyiapkan fasilitas CAT di seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun
daerah. Faktanya hal itu tidak mudah dilakukan sehingga pemerintah dihadapkan
pada dua pilihan: tidak membolehkan pelaksanaan seleksi jika tidak menggunakan
CAT dengan konsekuensi tidak terpenuhinya formasi pegawai yang dibutuhkan atau
menggunakan LJK dengan konsekuensi adanya peluang kecurangan yang lebih besar
sehingga harus ada monitoring lebih ketat untuk mengantisipasinya.
Pilihan kedua-lah yang ternyata dipilih oleh pemerintah. Karena
itu, konsekuensi logisnya pemerintah harus melakukan monitoring pelaksanaan
test secara lebih ketat, menutup lobang potensi penyelewengan, mengedepankan
transparansi serta menjalin komunikasi dengan elemen masyarakat serta media
massa yang bergerak aktif dalam memantau pelaksanaan seleksi CPNS. Ini penting
dilakukan terutama dalam rangka merawat harapan masyarakat terhadap proses reformasi
birokrasi.
Keberhasilan melaksanakan seleksi CPNS yang fair dan
transparan akan turut meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Sebaliknya, jika terjadi berbagai penyimpangan maka akan turut menyumbang pada
meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang dalam jangka
panjang akan memunculkan pemerintahan yang tidak berwibawa.
Para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah
haruslah memiliki perspektif yang sama bahwa agenda seleksi CPNS bukan semata
merekrut pegawai baru tetapi merupakan bagian penting dari program reformasi
birokrasi yang dalam jangka panjang akan berdampak pada kualitas
penyelenggaraan pemerintahan. CPNS yang direkrut tahun ini adalah sumber daya
manusia yang akan menentukan kualitas pelayanan birokrasi di masa depan.
Karenanya, proses rekrutmen haruslah menghasilkan CPNS dengan kualifikasi
terbaik yang siap diarahkan melanjutkan agenda reformasi birokrasi, bukan CPNS
asalan.
Dengan perspektif inilah sebetulnya kita bisa mengatakan
bahwa ketersediaan sistem rekrutmen yang fair dan bisa menghasilkan kualitas
lulusan terbaik menjadi hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Jika tahun ini
belum bisa terlaksana, paling tidak bisa dipersiapkan untuk proses rekrutmen
CPNS periode selanjutnya.
Ada 60.000 formasi CPNS yang dibuka pemerintah di seluruh
Indonesia pada tahun ini. Kita berharap 60.000 formasi itu akan diisi oleh
putra-putra terbaik bangsa yang tidak hanya memandang PNS sebagai sebuah
profesi tetapi juga sebuah sarana pengabdian bagi kemajuan bangsa dan negara.
Semoga.
(Dimuat Lampung Post, Rabu 11 September 2013)
Comments
Post a Comment