Skip to main content

Jaminan Kesehatan Untuk Rakyat

Sesuai amanat UU no 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mulai 1 Januari 2014, BPJS bidang kesehatan akan melaksanakan program jaminan kesehatan bagi rakyat Indonesia. Di tahap awal, jaminan kesehatan ini akan diikuti oleh 121,6 juta jiwa warga yang terdiri dari 86,4 juta jiwa dari kelompok miskin yang menjadi peserta Jamkesmas, 11 juta jiwa peserta Jamkesda, 16 juta jiwa peserta Askes, 7 juta jiwa peserta Jamsostek, dan 1,2 juta jiwa TNI/Polri. Selanjutnya, seluruh rakyat Indonesia ditargetkan akan mendapatkan jaminan kesehatan serupa pada Januari 2019.

Sebagaimana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945, seluruh rakyat Indonesia memang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak rakyat tersebut. Ini sebuah konsensus bersama bangsa Indonesia yang sejak awal ditegaskan para pendiri bangsa dalam pembukaan UUD 1945 yakni membentuk pemerintah yang melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini juga sekaligus sebuah pedoman yang menghendaki pemerintah Indonesia turun tangan untuk menciptakan kesejahteraan bersama dan tidak menyerahkan sektor kesehatan pada mekanisme pasar. Kesejahteraan dan kecerdasan berkaitan erat dengan kualitas kesehatan setiap warga sehingga pemerintah sangat berkepentingan dalam mewujudkan masyarakat yang sehat.

Karena pemberian jaminan kesehatan ini memang menjadi kewajiban pemerintah kepada masyarakat, maka upaya apapun untuk menjadikan program BPJS kesehatan ini sebagai dagangan politik amat tidak etis. Pelaksanaan program BPJS ini adalah konsistensi kita sebagai sebuah bangsa yang berpegang pada falsafah ideologi keadilan sosial yang memberi amanat kepada pemerintah agar melakukan langkah terbaik untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Ini juga sebuah pembuktian bahwa kita konsisten dalam menunaikan amanat para pendiri bangsa agar kita menjadi negara yang menjunjung kesejahteraan komunal. Seakan para pendiri bangsa itu berkata: “Kami wariskan kemerdekaan pada kalian serta konsensus kebangsaan yang termuat dalam Pancasila dan UUD 1945, maka tunaikanlah janji republik untuk melindungi dan memajukan seluruh bangsa Indonesia.” Jadi, kelompok manapun yang memegang pemerintahan, hakikatnya sedang melanjutkan estafet kepemimpinan yang landasan nilai ideologinya telah ditanamkan para pendiri bangsa.

Potensi politisasi ini tetap perlu diwaspadai mengingat tahun 2014 adalah tahun perhelatan pemilu legislatif dan pemilu presiden. Dalam jagat perpolitikan Indonesia, kreativitas aktor politik mengemas program pemerintah menjadi sarana pencitraan sangat tinggi. Sekedar contoh, di Provinsi Banten, program jaminan sosial bagi keluarga miskin dikemas dengan nama Jamsosratu yang terasosiasi langsung dengan nama Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Uangya milik negara, dibagikan kepada rakyat melalui program bantuan sosial, tetapi ditunggangi agenda politik melalui penamaan program yang vulgar.

Kalau agenda politisasi turut menunggangi program pemerintah, biasanya rentan menjadi proyek kejar tayang yang dari sisi perencanaannya kadang tanpa mempertimbangkan kemampuan seluruh lini yang terlibat dalam mengoperasikan program tersebut. Targetnya bukan pada outcomes program, tetapi pada outcomes politik. Dampaknya adalah implementasi yang tidak terkontrol, kualitas program menjadi ala kadarnya, sekedar kejar tayang untuk pencitraan menjelang pemilu 2014.

Berkaca pada program jaminan kesehatan yang telah ada sebelumnya, selain soal politisasi, kita patut mencermati beberapa potensi masalah yang akan membayangi pelaksanaan program BPJS Kesehatan tahun 2014. Pertama, keseimbangan antara pemberian jaminan kesehatan dengan ketersediaan fasilitas layanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan bukan hanya dengan memberikan harga pelayanan yang terjangkau tetapi juga lokasi fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau serta ketersediaan alat kesehatan dan tenaga medis yang memadai. Akses terhadap kesehatan tetap akan menjadi barang mahal apabila lokasi pelayanan kesehatan jauh dari rumah warga sehingga harus mengeluarkan biaya transportasi yang cukup besar untuk menjangkaunya. Karenanya, program pemerintah untuk melakukan penyediaan dan pemerataan fasilitas layanan kesehatan serta tenaga medis di seluruh Indonesia harus tetap dikuatkan agar bisa memenuhi hak masyarakat atas kesehatan terutama bagi mereka yang secara geografis susah dijangkau seperti di kepulauan dan pedalaman.

Masalah kedua adalah soal kesiapan membangun sistem administrasi dan prosedur layanan kesehatan yang sederhana. Karena program BPJS kesehatan ini nantinya akan memberikan jaminan kesehatan kepada lebih dari 250 juta seluruh rakyat Indonesia, maka harus ada sistem administrasi dan prosedur layanan yang sederhana dan memudahkan. Semakin sederhana prosedur, semakin cepat dan mudah masyarakat mendapatkan layanan kesehatan. Prinsipnya jangan sampai pasien menunggu terlalu lama untuk bisa mendapatkan tindakan medis gara-gara prosedur yang rumit. Upaya ke arah ini harus dilakukan berbarengan dengan agenda transformasi PT Askes menjadi BPJS kesehatan karena memang tidak mudah dan melibatkan banyak pihak terkait.

Masalah ketiga adalah tentang kejelasan standar layanan kesehatan yang termasuk dalam jaminan dan yang diluar jaminan, serta penyikapan terhadap warga miskin yang menderita penyakit kronis yang memerlukan perawatan khusus. Kejadian pemulangan pasien jamkesmas di RSU Sukadana Lampung Timur beberapa waktu yang katanya menderita penyakit yang tak bisa disembuhkan menjadi pelajaran akan hal ini. Apakah warga miskin berpenyakit kronis yang memerlukan tindakan perawatan khusus akan diberikan perlakuan khusus atau dibiarkan “menunggu” kematiannya?

Hari ini, 1 Januari 2014, kita mulai memasuki era baru BPJS Kesehatan. Semoga tak sekedar indah diatas kertas.

Comments

Popular posts from this blog

Kunci Keberhasilan Pola Kemitraan Bagi Sektor Perikanan

Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mendefinisikan kemitraan sebagai kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Adapun pola kemitraan yang dianut dalam undang-undang tersebut berupa inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan ( joint venture ), dan penyumberluaran ( outsourcing ). Dari berbagai pola kemitraan tersebut, penulis tertarik memberikan pandangan terhadap praktik pola kemitraan inti-plasma yang selama ini dijalankan di Indonesia. Pola kemitraan inti-plasma ini diperkenalkan Bank Dunia (World Bank) era 1970-an yang diterapkan dalam program pertanian sebagai pengganti model perkebunan skala besar. Sejak saat itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan serangkaian Keputusan Presiden s

Lulus Tes CPNS Tanpa Curang

Ada beberapa teman yang bertanya kepada saya tentang tips-tips supaya lulus tes tulis CPNS. Saya memang punya pengalaman tiga kali ikut tes tulis CPNS dan semuanya lulus. Dua kali lulus tes tulis CPNS dosen, 1 kali lulus tes CPNS pemda. Tahun 2007 dan 2008 saya lulus tes CPNS dosen, tapi gagal di tes wawancara dan microteaching. Akhir 2008, saya lulus tes CPNS pemda yang mengantarkan saya pada profesi baru sebagai calon abdi negara. Banyak orang yang pesimis dengan proses rekrutmen CPNS karena sejarah perekrutan calon-calon pelayan masyarakat ini kerap diimbuhi kasus-kasus ketidakberesan beraroma KKN. Kasus suap, perjokian, serta nepotisme memang selalu mengemuka. Bahkan ada juga yang berujung di meja hijau. Namun, seiring reformasi birokrasi yang rajin didengungkan banyak kalangan, penegakkan hukum yang mulai tumbuh, ditambah media massa yang kritis, rasanya kita tak boleh kehilangan optimisme bahwa ke depan rekrutmen PNS akan berjalan secara jujur. Ketika saya akan mengurus Sur

Pemburu Rente Anggaran (Tulisan di Lampung Post, 12 November 2013)

Salah satu persoalan yang muncul dalam sektor pembiayaan pembangunan pemerintah adalah keberadaan para pemburu rente yang selalu mengintip peluang memperoleh keuntungan dari setiap mata anggaran negara yang akan dibelanjakan, terutama di ranah pengadaan barang dan jasa. Pemburu rente ini bisa dari kalangan internal birokrasi, pejabat politik, pengusaha, bahkan dari aktor yang secara struktural tidak ada dalam wilayah jabatan formal pemerintahan tetapi memiliki pengaruh dalam menentukan agenda pembangunan pemerintah, baik karena ada kaitan kekerabatan maupun karena hubungan pertemanan yang sangat erat dengan penguasa. Tahanan KPK Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Suami dari Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany sekaligus adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mungkin termasuk tipe yang terakhir disebutkan. Ia berada diluar struktur pemerintahan, tetapi diduga berperan penting dalam penentuan kebijakan tender proyek-proyek pemerintah di Provinsi Banten dan Tanger