Skip to main content

Senyum Dari Pesisir Pesawaran

Mari Senyum!. Itulah ajakan Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona kepada masyarakat Kabupaten Pesawaran khususnya yang berada di daerah wisata pesisir Pesawaran. Tak hanya di forum formal, ajakan ini sering disampaikan dalam forum non formal di lingkungan Pemkab Pesawaran. Bahkan spanduk bertuliskan “Area Wajib Senyum” juga mulai terpasang di beberapa lokasi wisata pantai Pesawaran. Kampanye senyum ini bertujuan untuk meningkatkan kunjungan wisata ke Pesawaran. Filosofinya sederhana, setiap orang akan senang melihat wajah ramah dan murah senyum. Jika senyum dan wajah ramah itu menjadi milik orang-orang di pesisir Pesawaran, maka semakin senanglah orang yang bertandang kesana. Dengan wajah berhias senyum, setiap wisatawan yang berkunjung akan merasa nyaman dan sangat mungkin datang kembali di kemudian hari. Mungkin diantara mereka menuliskan testimoni di berbagai media jejaring sosial atas kepuasannya berwisata di Pesawaran sehingga mengundang rasa penasaran wisata lain untuk merasakannya.
Potensi pariwisata di pesisir Pesawaran memang cukup banyak yang tersebar di 5 (lima) kecamatan yakni Teluk Pandan, Way Ratai, Padang Cermin, Marga Punduh, dan Punduh Pidada. Beberapa diantaranya malah sudah terkenal di tingkat nasional seperti objek wisata Pulau Pahawang di Kecamatan Marga Punduh. Bergeser sedikit ke arah Tanggamus kita bertemu dengan sajian wisata alam Teluk Kiluan yang juga telah banyak dikenal.
Sebagai bagian dari dari program pengembangan wisata di pesisir Pesawaran, kampanye senyum ini memang sederhana dan tak perlu banyak biaya. Siapapun bisa tersenyum, baik dalam keadaan susah ataupun senang. Siapapun bisa dilatih untuk senyum. Para pekerja di lini depan yang berhubungan langsung dengan konsumen perusahaan misalnya, masih tetap bisa tersenyum meskipun mungkin sedang dilanda persoalan di rumahnya. Mereka sadar, sekian persen keberhasilan kerjanya memang ditentukan oleh senyum dan wajah yang selalu ramah.
Lantas bagaimana agar kampanye senyum bagi warga di pesisir Pesawaran ini bisa berhasil efektif? Menurut saya, melipatgandakan jumlah orang yang terlibat dalam kampanye senyum ini merupakan langkah pertama yang harus ditempuh. Bukan hanya aktif mengkampanyekan tetapi juga aktif menerapkannya pada diri masing-masing. Pegawai SKPD yang menjadi leading sector pariwisata sudah tentu harus ada di barisan pertama. Camat dan seluruh pegawai kecamatan serta perangkat desa di daerah pesisir juga harus ikut ambil bagian dengan menjadi sosok-sosok yang ramah, murah senyum dan santun dalam melaksanakan tugasnya. Para investor, pengelola objek wisata, serta pihak-pihak yang terlibat dalam bisnis pariwisata di pesisir Pesawaran juga harus diajak untuk mensukseskan program senyum ini.
Yang kedua diperlukan sosialisasi yang massif dan inovatif. Kita tak sedang mengajari warga tentang tata cara senyum, tapi sedang mengkondisikan psikologis mereka agar secara sadar memposisikan diri sebagai tuan rumah yang menyenangkan bagi pengunjung. Dalam bahasa umum disebut masyarakat sadar wisata. Yang kita inginkan adalah senyum tulus alami yang datang dari kesadaran diri, bukan manipulasi. Tugas pemerintah daerah-lah untuk memantik supaya keramahtamahan yang sebetulnya sudah mengakar dalam masyarakat pesisir bisa tampil dalam kemasan yang tepat dalam konteks wilayah kunjungan wisata. Salahsatu cara hadirnya kesadaran dalam diri masyarakat adalah dengan menyajikan informasi kemanfaatan yang akan mereka dapatkan dengan adanya pengembangan pariwisata di pesisir Pesawaran tersebut. Harus ada argumen yang bisa diterima mengenai hubungan senyum dengan peningkatan kesejahteraan warga pesisir Pesawaran.

Infrastruktur dan Pelayanan
Di sisi lain, jangan pula kita lupakan modal lain yang harus dibangun secara simultan yakni infrastruktur serta pelayanan umum di pesisir Pesawaran. Sejauh ini, secara kasat mata nampak nyata adanya disparitas pembangunan antara wilayah utara dan selatan (pesisir) Pesawaran. Topografi wilayah pesisir yang berbukit-bukit serta waktu tempuh dari ibu kota kabupaten (Gedong Tataan) yang cukup jauh membuat wilayah pesisir terkesan termarginalkan. Akses penduduk terhadap lembaga pendidikan serta pelayanan kesehatan masih menjadi kendala yang dihadapi warga pesisir. Begitu pula dengan persoalan koneksitas antar wilayah.
Dari sisi pelayanan publik, terutama yang terkait masalah kependudukan dan perizinan, juga menemukan kendala akibat jauhnya jarak ke Gedong Tataan sebagai ibu kota Kabupaten. Pelayanan perekaman e-KTP keliling yang sudah berjalan selama ini ternyata belum menjadi solusi terbaik. Pemekaran kecamatan di wilayah pesisir juga belum bisa dibilang efektif menjawab jauhnya rentang kendali pemerintahan karena belum diikuti pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat dalam beberapa urusan tertentu.
Hemat saya, program revitalisasi pembangunan wisata pesisir Pesawaran yang digalakkan Bupati menjadi momentum yang tepat untuk menata ulang desain pembangunan di wilayah pesisir Pesawaran secara keseluruhan. Selain pembangunan infrastuktur, harus ada terobosan lain dalam pengingkatan pelayanan publik di wilayah pesisir. Untuk pelayanan dasar kependudukan dan perizinan misalnya, perlu dipertimbangkan adanya pelimpahan wewenang dari Bupati kepada Camat dalam pengurusan dokumen tersebut sehingga warga pesisir tak perlu lagi mengurusnya ke Gedong Tataan yang bisa menghabiskan 1-2 jam perjalanan. Penerapan konsep ini bisa dilihat dalam Permendagri no 4 tahun 2010 yang memperkenalkan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN).
Untuk pembangunan infrastuktur sebetulnya sudah terbantu dengan adanya dana desa. Desa-desa di pesisir Pesawaran menerima suntikan dana desa dari APBN rata-rata 600 juta rupiah yang berdasarkan ketentuan perundangan harus lebih banyak dialokasikan pada sektor pembangunan di desa. Jika terlaksana dengan benar dan terarah, koneksitas wilayah antar desa bisa terjawab secara bertahap oleh anggaran desa masing-masing. Pemerintah kabupaten tinggal berfokus pada pembangunan infrastruktur yang tak bisa didanai dana desa. Disinilah peran pihak kecamatan dan dinas-dinas terkait dalam mensinergikan program pembangunan yang didanai APBDesa dan APBD kabupaten sehingga pemanfaatan dananya lebih optimal serta menghindari tumpang tindih program.
Muara dari program-program tersebut adalah kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat pesisir Pesawaran. Jika itu yang mereka rasakan, maka akan kita temukan senyum-senyum mengembang di seluruh wilayah pesisir Pesawaran.

(Tulisan ini dimuat di Harian Lampung Post, 9 September 2016)

Comments

Popular posts from this blog

Kunci Keberhasilan Pola Kemitraan Bagi Sektor Perikanan

Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mendefinisikan kemitraan sebagai kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Adapun pola kemitraan yang dianut dalam undang-undang tersebut berupa inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan ( joint venture ), dan penyumberluaran ( outsourcing ). Dari berbagai pola kemitraan tersebut, penulis tertarik memberikan pandangan terhadap praktik pola kemitraan inti-plasma yang selama ini dijalankan di Indonesia. Pola kemitraan inti-plasma ini diperkenalkan Bank Dunia (World Bank) era 1970-an yang diterapkan dalam program pertanian sebagai pengganti model perkebunan skala besar. Sejak saat itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan serangkaian Keputusan Presiden s

Lulus Tes CPNS Tanpa Curang

Ada beberapa teman yang bertanya kepada saya tentang tips-tips supaya lulus tes tulis CPNS. Saya memang punya pengalaman tiga kali ikut tes tulis CPNS dan semuanya lulus. Dua kali lulus tes tulis CPNS dosen, 1 kali lulus tes CPNS pemda. Tahun 2007 dan 2008 saya lulus tes CPNS dosen, tapi gagal di tes wawancara dan microteaching. Akhir 2008, saya lulus tes CPNS pemda yang mengantarkan saya pada profesi baru sebagai calon abdi negara. Banyak orang yang pesimis dengan proses rekrutmen CPNS karena sejarah perekrutan calon-calon pelayan masyarakat ini kerap diimbuhi kasus-kasus ketidakberesan beraroma KKN. Kasus suap, perjokian, serta nepotisme memang selalu mengemuka. Bahkan ada juga yang berujung di meja hijau. Namun, seiring reformasi birokrasi yang rajin didengungkan banyak kalangan, penegakkan hukum yang mulai tumbuh, ditambah media massa yang kritis, rasanya kita tak boleh kehilangan optimisme bahwa ke depan rekrutmen PNS akan berjalan secara jujur. Ketika saya akan mengurus Sur

Pemburu Rente Anggaran (Tulisan di Lampung Post, 12 November 2013)

Salah satu persoalan yang muncul dalam sektor pembiayaan pembangunan pemerintah adalah keberadaan para pemburu rente yang selalu mengintip peluang memperoleh keuntungan dari setiap mata anggaran negara yang akan dibelanjakan, terutama di ranah pengadaan barang dan jasa. Pemburu rente ini bisa dari kalangan internal birokrasi, pejabat politik, pengusaha, bahkan dari aktor yang secara struktural tidak ada dalam wilayah jabatan formal pemerintahan tetapi memiliki pengaruh dalam menentukan agenda pembangunan pemerintah, baik karena ada kaitan kekerabatan maupun karena hubungan pertemanan yang sangat erat dengan penguasa. Tahanan KPK Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Suami dari Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany sekaligus adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mungkin termasuk tipe yang terakhir disebutkan. Ia berada diluar struktur pemerintahan, tetapi diduga berperan penting dalam penentuan kebijakan tender proyek-proyek pemerintah di Provinsi Banten dan Tanger