Di
penghujung tahun 2021 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi melalui Keputusan Menteri PAN dan RB Nomor 1503 Tahun 2021 merilis
hasil evaluasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) pada Kementerian,
Lembaga, dan Pemerintah Daerah tahun 2021. Selain Pemerintah Provinsi Lampung
yang mendapatkan predikat baik dengan indeks SPBE 2,76, ada 10 pemerintah
kabupaten dan kota yang nilai indeksnya berada di kategori kurang dan cukup.
Sedangkan 5 kabupaten lainnya tidak tercantum dalam hasil evaluasi tersebut.
Kemungkinan karena kelimanya tidak mengikuti proses evaluasi yang dilakukan
Kemenpan RB sehingga tidak mendapatkan penilaian.
Kesepuluh
pemerintah kabupaten/kota di Lampung yang mendapatkan penilaian indeks SPBE
tersebut adalah Lampung Tengah 1,67 (kurang), Lampung Utara 1,86 (cukup),
Lampung Barat 1,91 (cukup), Tanggamus 1,00 (kurang), Way Kanan 2,10 (cukup),
Tulang Bawang Barat 1,97 (cukup), Pringsewu 2,03 (cukup), Mesuji 1,69 (kurang),
Metro 2,14 (cukup), dan Bandar Lampung 1,20 (kurang). Sedangkan 5 Kabupaten
yang tidak tercantum dalam Surat Keputusan Meppan RB tersebut adalah Pesisir
Barat, Tulang Bawang, Lampung Selatan, Lampung Timur dan Pesawaran.
Merujuk
pada Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 59 tahun 2020 tentang Pemantauan dan
Evaluasi SPBE, Indeks SPBE (skala 1 sampai 5) merupakan representasi tingkat kematangan
SPBE di instansi pemerintahan pusat dan daerah. Semakin tinggi indeks, semakin
tinggi kemampuan lembaga dalam menerapkan SPBE. Adapun aspek yang diukur
meliputi kebijakan, tata kelola, manajemen SPBE, serta kematangan layanan
administrasi pemerintahan dan layanan publik.
Evaluasi
SPBE pertama kali dilaksanakan oleh Kementerian PAN dan RB pada 2018, sebelum
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE ditetapkan. Setelah Perpres
SPBE diundangkan, evaluasi SPBE menjadi agenda tahunan yang dilaksanakan oleh
seluruh instansi pemerintah pusat maupun daerah berpedoman pada instrumen yang
dikembangkan oleh Kemenpan dan RB. Evaluasi dilaksanakan secara bertingkat
dimulai dari masing-masing instansi pusat dan daerah (evaluasi mandiri) lalu
hasilnya diserahkan ke Kemenpan RB untuk dievaluasi tim eksternal. Tim evaluator
eksternal yang dibentuk Kemenpan dan RB biasanya berasal dari unsur akademisi
berbagai kampus di Indonesia.
Bagaimana
pemerintahan daerah di Provinsi Lampung menyikapi hasil evaluasi SPBE 2021 ini?
Pertama, tentu saja harus berlapang dada menerimanya sebagai sebuah fakta
empirik hasil evaluasi yang berbasis metodologi. Dari pengalaman penulis
sebagai evaluator internal SPBE, sangat mungkin terjadi perbedaan hasil antara
penilaian tim evaluator internal dengan evaluator eskternal yang disebabkan
perbedaan interpretasi atas jawaban dari kriteria di setiap indikator evaluasi.
Penolakan atas hasil penilaian evaluator eksternal yang lebih rendah bisa
terjadi. Perbedaan ini biasanya dijembatani melalui proses interview antara
evaluator internal instansi dengan evaluator eksternal yang ditunjuk Kemenpan
RB. Dari hasil interview itulah baru ditemukan titik temu interpretasi yang
berimplikasi pada turun atau naiknya poin penilaian. Tentu saja harus ada
sejumlah bukti pendukung faktual dari setiap kriteria indikator yang dievaluasi
tersebut.
Kedua, pemerintah
daerah harus segera menyusun agenda rencana perbaikan pada sejumlah indikator
yang dinilai lemah dan direkomendasikan Kemenpan dan RB untuk dibenahi. Langkah
pertama pemda ialah menyusun prioritas area perbaikan. Dari 47 indikator
evaluasi SPBE, harus dipilih mana saja yang menjadi prioritas diperbaiki. Dengan
asumsi kemampuan eksekusi pemda yang berbeda-beda, maka boleh jadi proritas
yang disusun oleh pemda di Lampung juga akan berbeda. Ada yang fokus pada
perbaikan kebijakan, tata kelola, manajemen, atau hanya pada layanan. Langkah kedua adalah menyusun strategi
perbaikan mencakup pembagian tugas, model monitoring, serta penyediaan sumber
daya pendukung yang diperlukan untuk memperbaiki kekurangan tersebut.
Jika jadwal
evaluasi SPBE 2022 berpatokan pada pelaksanaannya di tahun 2021, maka tahapan
evaluasi diperkirakan akan dimulai pada pertengahan April 2022. Ini waktu yang
sangat sempit bagi pemda untuk melakukan perbaikan indikator evaluasi SPBE. Inilah
alasan lain mengapa perlu menyusun prioritas serta strategi perbaikan. Dengan berorientasi
pada perbaikan indeks SPBE tahun 2022, maka fokus langkah pemerintah daerah
adalah melakukan perbaikan pada area yang realistis untuk dikerjakan.
Penguatan Kapasitas
Dalam
konteks implementasi penerapan SPBE, setidaknya ada 3 kapasitas pemerintah
daerah di Lampung yang harus diperkuat. Pertama, kapasitas menyusun
kebijakan SPBE. Pemerintah daerah harus mampu mendesain kebijakan SPBE yang
sejalan dengan arah kebijakan Perpres Nomor 95 tahun 2018 serta rencana induk
SPBE nasional. Peraturan kepala daerah tentang SPBE harus bisa menggambarkan
secara jelas arah kebijakan yang akan dijalankan. Secara sederhana, substansi
kebijakan yang harus diatur pemerintah daerah ada pada penjelasan indikator
evaluasi SPBE antara lain terkait kebijakan arsitektur SPBE, peta rencana SPBE,
pembangunan aplikasi, manajemen data, layanan pusat data, jaringan intra,
sistem penghubung layanan, keamanan informasi, audit TIK, dan tim koordinasi
SPBE.
Kedua,
penguatan kapasitas Tim Koordinasi SPBE yang merupakan kolaborasi antar
berbagai perangkat daerah dan diketuai sekretaris daerah. Peran setiap
perangkat daerah didalam tersebut harus sangat jelas. Siapa mengerjakan apa,
bagaimana cara mengerjakannya, dan kepada siapa pekerjaan itu
dipertanggungjawabkan. Salah satu alasan harus dibentuknya tim koordinasi ini
karena area pekerjaan yang akan dijalankan merupakan sistem pemerintahan yang
tentu saja mencakup banyak sektor. Karenanya penerapan SPBE di daerah bukan
semata urusan Dinas Komunikasi dan Informatika.
. Ketiga,
penguatan kapasitas SDM SPBE. Pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan
kompetensi teknis SDM SPBE yang dibutuhkan untuk menerapkan kebijakan SPBE
secara optimal. Selanjutnya, lakukan rekrutmen dan pembinaan kompetensi guna
memastikan agenda pelaksanaan SPBE secara teknis bisa diimplementasikan. Salah
satu kelemahan pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan SPBE saat ini
adalah minimnya pegawai dengan kompetensi teknis seperti programming, jaringan,
pengelola cloud computing, dan cyber security. Tak heran jika saat ini
banyak pemerintah daerah yang gencar melakukan rekrutmen tenaga teknis non PNS
guna memenuhi kebutuhan tersebut. Memang itulah pilihan rasional yang adaptif
terhadap tuntutan transformasi digital di pemerintahan daerah.
Pemerintah
Provinsi Lampung sebetulnya bisa mengambil inisiatif guna akselerasi penerapan
kebijakan SPBE di seluruh wilayah kabupaten/kota di Lampung dengan pola
kolaborasi. Inisiatif ini menemukan dua alasan yang cukup logis. Pertama,
agenda penerapan SPBE yang digambarkan dalam perpres 95 tahun 2018 dimana
proses eksekusinya dikoordinasikan lintas perangkat daerah lewat Tim SPBE,
menjadi tanda bahwa cara kerja pencapaiannya harus kolaboratif dan menihilkan
ego sektoral. Kedua, kapasitas 15 pemerintahan daerah kabupaten/kota di Lampung
(sebagaimana saya jelaskan diatas) pasti berbeda sehingga perlu “intervensi”
kebijakan Pemprov Lampung guna mengangkat daerah-daerah dengan kapasitas yang
kurang memadai supaya mampu mencapai target-target optimum penerapan SPBE.
Momentum
penyederhaan birokrasi yang baru dieksekusi awal tahun ini di semua
pemerintahan daerah kabupaten/kota di Lampung bisa menjadi peluang penerapan
sistem kerja kolaboratif. Misi penerapan SPBE, yang dalam jangka pendeknya
berorientasi pada peningkatan indeks SPBE, bisa menjadi agenda kerja bersama
sejumlah pegawai pada jabatan fungsional tertentu, lintas perangkat daerah,
bahkan lintas pemerintah daerah. Saya kira ini sejalan dengan semangat
perubahan sistem dan cara kerja yang diusung dalam agenda besar reformasi
birokrasi.
Sebagai
catatan akhir, apakah dengan meningkatnya indeks SPBE akan berbanding lurus
dengan perbaikan layanan publik dan administrasi pemerintahan? Harusnya ya.
Jika kita bedah setiap indikator evaluasi yang terkait layanan, gambaran akhir
yang ingin dicapai dari tingkat kematangan layanan adalah terwujudnya integrated government. Setiap aplikasi
layanan publik berbasis elektronik bisa terintegrasi dengan aplikasi lainnya
sehingga pertukaran data bisa dilakukan dalam sistem informasi yang dibuat dan
digunakan di seluruh wilayah Indonesia.
Mantab. Terima kasih, Ihsan
ReplyDelete