Jejaring sosial seperti facebook dan twitter tak sekedar
menjadi ruang penyampaian gagasan, pencitraan, atau keluh kesah persoalan
pribadi. Tak sedikit para pengguna internet yang menjadikan jejaring sosial
dunia maya sebagai sarana menumpahkan unek-unek terhadap penyelenggaraan
pemerintahan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Bahasa yang
digunakan pun beragam mulai dari sindiran halus sampai kritik lugas bahkan dengan
kalimat kasar.
Berbagai unek-unek yang disampaikan melalui jejaring sosial
tersebut bersifat spontan dan mewakili perasaan, pemikiran, serta sikap
seseorang terhadap suatu permasalahan. Spontanitas ini paling tidak bisa
dilihat dari penggunaan kata dan kalimat tidak baku disertai penulisan yang
disingkat-singkat. Biasanya, keluh kesah yang spontan ini menggambarkan sebuah
kejujuran sikap pengguna akun jejaring sosial atas suatu persoalan.
Celotehan Sherlita Stephanie atau Lita di akun twitternya
soal jebakan polisi yang melakukan razia narkoba adalah contoh terkini yang
meramaikan dunia dunia maya. Melalui akun twitternya Lita bercerita tentang
pengalamannya dicegat petugas polisi yang sedang melakukan razia dan mencoba
menjebaknya. Celotehan ini semakin mencuat setelah media massa nasional
mengangkatnya dalam pemberitaan bahkan dalam acara talkshow.
Kebenaran cerita Lita ini memang tengah ditelusuri. Polisi
yang melakukan razia juga telah menyampaikan klarifikasi secara tertulis soal
pelaksanaan razia tersebut. Namun masyarakat terlanjur mencerna celotehan Lita
di twitter sehingga membentuk opini kurang baik terhadap aparat kepolisian.
Poin penting yang menjadi pembelajaran bagi pihak kepolisian
serta institusi pemerintah secara umum adalah bahwa kita hidup di era facebook,
twitter, youtube yang sering menjadi sarana super cepat penyampaian informasi
antar warga dan memberikan pengaruh cukup kuat dalam pembentukan opini publik
di dunia maya.
Belum hilang dari ingatan kita tentang aksi koboi seorang
tentara yang mengacungkan senjata ketika bersitegang dengan pengendara lainnya
yang direkam seseorang dan diunggah ke youtube. Pelaku tentu sulit mengelak
karena rekaman itu tersiar luas apalagi setelah media massa elektronik turut
memberitakannya secara massif.
Peran Humas Pemerintah
Celotehan yang muncul di berbagai jejaring sosial itu tak
bisa disepelekan dan sebaiknya menjadi perhatian humas pemerintah. Jutaan orang
bergabung di jejaring sosial dunia maya dan siap menyerap isu apapun yang
dilontarkan para penggunanya di media tersebut. maka sebaiknya, humas
pemerintah pun melakukan komunikasi dengan para peselancar dunia maya tersebut
dalam rangka menyampaikan informasi tentang kegiatan pemerintah serta menepis
isu-isu yang mungkin masih simpang siur dibicarakan di dunia maya.
Dalam twitter misalnya ada akun @triomacan2000 yang sering
menyampaikan celotehan bertema pemerintahan dan politik yang tak jarang
menguliti penyelenggara pemerintahan. Cukup banyak pengguna twitter yang
merespon setiap celotehan pemilik akun tersebut. Kehadiran humas pemerintah di
twitter paling tidak bisa memberikan counter opinion serta perspektif lain atas
persoalan yang sedang menjadi perbincangan.
Dari sudut pandang kehumasan, curhat para pengguna jejaring
sosial dunia maya tersebut seyogyanya diapresiasi sebagai salah satu bentuk
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Celotehan yang
muncul menandakan masih adanya kepedulian masyarakat terhadap persoalan yang
ada disekitarnya, terutama yang menyangkut kebijakan pemerintah.
Karena itu, untuk mengimbangi belantara opini publik yang
beredar di jejaring dunia maya, humas pemerintah perlu membuat akun yang bisa
menjadi sarana penyampaian informasi serta merespon setiap keluhan yang
disampaikan masyarakat. Humas juga perlu mendorong pejabat pemerintahan
memiliki akun di jejaring sosial sebagai sarana interaksi dengan masyarakat di
dunia maya. Perlu digarisbawahi, interaksinya memang di dunia maya, namun
masyarakat yang terlibat didalamnya memang nyata.
Kesadaran akan pentingnya interaksi di jejaring sosial ini
sebetulnya sudah nampak di kalangan pejabat pemerintahan tingkat pusat.
Misalnya Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menkominfo Tifatul Sembiring memiliki
akun twitter yang selalu aktif berinteraksi. Para anggota DPR, Gubernur,
Walikota, dan bupati pun mulai banyak menggunakan jejaring twitter sebagai
sarana interaksi di dunia maya.
Kecenderungan seperti ini tentu berdampak positif bagi
pencitraan personal pejabat tersebut. Paling tidak orang-orang yang
berinteraksi dengan mereka melalui jejaring sosial merasa dekat ketika setiap
sapaan mereka ditanggapi oleh pejabat tersebut, meski mungkin saja hanya
petugas admin saja yang meresponnya.
Internet memang telah menjadi saluran komunikasi baru yang berkembang
pesat dan harus menjadi perhatian humas pemerintah. Bukan hanya karena daya
jangkaunya yang luas namun juga beragam inovasi dan kreativitas masyarakat
dalam menyuarakan pendapatnya melalui berbagai jejaring sosial dunia maya. Maka
humas pemerintah perlu membuka mata dan telinga lebih lebar untuk memperhatikan
dinamika opini yang berkembang di dunia maya tersebut.
Suara rakyat adalah suara Tuhan. Ini rumus yang berlaku dalam
negara demokrasi seperti Indonesia. Kritik sangat pedas terhadap kinerja pemerintah
sangat mungkin muncul di jejaring sosial. Bahkan menjadi topik yang sangat
seksi diangkat media massa. Ini sesuatu yang tak bisa kita tolak. Yang bisa
kita lakukan adalah memanfaatkan kehadiran jejaring sosial tersebut untuk
berinteraksi lebih akrab dengan masyarakat, lebih banyak mendengar suara-suara
mereka, menyampaikan informasi tentang kinerja pemerintah, serta senantiasa
menyemprotkan angin harapan dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara.
Comments
Post a Comment