Skip to main content

Pemilih - Pemilih Pragmatis

Para calon anggota legislatif yang sejak Juli 2008 mulai intensif mensosialisasikan diri mesti berfikir lebih cerdik menghadapi masyarakat yang tidak saja makin kritis namun juga piawai mengkonsolidasikan diri sekaligus mengecoh para caleg. Tipe calon pemilih yang paling menggemaskan para caleg adalah tipe pedagang dan makelar. Para calon pemilih menyusun daftar barang jualannya yang akan dijajakan pada para caleg dengan imbalan komitmen untuk mendukung caleg yang berani membeli barang yang ditawarkan. Tetapi, meski sudah terjadi kontrak, bukan tidak mungkin sang caleg hanya mendapatkan pepesan kosong sebab ternyata, ikatan komitmen di kalangan pemilih tidaklah kuat.

Kemampuan para pemilih mengkonsolidasikan diri sebenarnya sudah nampak sejak pemilu 2004. Embrionya bahkan muncul sejak reformasi bergulir. Prakteknya makin terasa sejak mekanisme pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung . Pemilih menghimpun diri dengan membawa beragam tawaran baik yang bersifat pragmatis ataupun agenda lebih strategis.

Jumlah kelompok pemilih pragmatis ini tidak sedikit. Apalagi di daerah dengan tingkat kesejahteraan warganya dibawah rata-rata. Para calon anggota legislatif dan calon kepala daerah yang bertandang ke lokasi mereka selalu dihadapkan pada pertanyaan: bantuan apa yang anda bawa untuk kami? Sembako, uang tunai, santunan tali kasih, atau apa?

Menghadapi pemilih tipe ini, saya menawarkan dua perlakuan:

Pertama, partai politik harus lebih serius membangun basis-basis di masyarakat guna melakukan pendidikan politik serta membantu penyelesaian persoalan kehidupan keseharian yang mereka rasakan. Fungsi komunikasi politik harus dijalankan secara benar agar parpol memiliki akar kuat di masyarakat bawah.

Kedua, partai-partai yang mengelola pemerintahan harus lebih intensif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Masyarakat berhak menjadi warga negara yang cerdas dengan mendapatkan akses mudah ke instansi-instansi pendidikan. Saya percaya bahwa kebodohan serta kemiskinan tetap akan menjadi masalah utama yang mengundang munculnya permasalahan lain. Pragmatisme dalam proses pemilu adalah salah satunya.

Sungguh, besar sekali ongkos politik yang harus dikeluarkan para caleg jika pragmatisme di kalangan pemilih makin tinggi. Padahal, jika para caleg itu terpilih menjadi aleg, tentu mereka akan mencari sumber pendanaan yang bisa menutupi ongkos politik yang telah mereka keluarkan selama kampanye.

Comments

Popular posts from this blog

Kunci Keberhasilan Pola Kemitraan Bagi Sektor Perikanan

Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mendefinisikan kemitraan sebagai kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Adapun pola kemitraan yang dianut dalam undang-undang tersebut berupa inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan ( joint venture ), dan penyumberluaran ( outsourcing ). Dari berbagai pola kemitraan tersebut, penulis tertarik memberikan pandangan terhadap praktik pola kemitraan inti-plasma yang selama ini dijalankan di Indonesia. Pola kemitraan inti-plasma ini diperkenalkan Bank Dunia (World Bank) era 1970-an yang diterapkan dalam program pertanian sebagai pengganti model perkebunan skala besar. Sejak saat itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan serangkaian Keputusan Presiden s

Lulus Tes CPNS Tanpa Curang

Ada beberapa teman yang bertanya kepada saya tentang tips-tips supaya lulus tes tulis CPNS. Saya memang punya pengalaman tiga kali ikut tes tulis CPNS dan semuanya lulus. Dua kali lulus tes tulis CPNS dosen, 1 kali lulus tes CPNS pemda. Tahun 2007 dan 2008 saya lulus tes CPNS dosen, tapi gagal di tes wawancara dan microteaching. Akhir 2008, saya lulus tes CPNS pemda yang mengantarkan saya pada profesi baru sebagai calon abdi negara. Banyak orang yang pesimis dengan proses rekrutmen CPNS karena sejarah perekrutan calon-calon pelayan masyarakat ini kerap diimbuhi kasus-kasus ketidakberesan beraroma KKN. Kasus suap, perjokian, serta nepotisme memang selalu mengemuka. Bahkan ada juga yang berujung di meja hijau. Namun, seiring reformasi birokrasi yang rajin didengungkan banyak kalangan, penegakkan hukum yang mulai tumbuh, ditambah media massa yang kritis, rasanya kita tak boleh kehilangan optimisme bahwa ke depan rekrutmen PNS akan berjalan secara jujur. Ketika saya akan mengurus Sur

Pemburu Rente Anggaran (Tulisan di Lampung Post, 12 November 2013)

Salah satu persoalan yang muncul dalam sektor pembiayaan pembangunan pemerintah adalah keberadaan para pemburu rente yang selalu mengintip peluang memperoleh keuntungan dari setiap mata anggaran negara yang akan dibelanjakan, terutama di ranah pengadaan barang dan jasa. Pemburu rente ini bisa dari kalangan internal birokrasi, pejabat politik, pengusaha, bahkan dari aktor yang secara struktural tidak ada dalam wilayah jabatan formal pemerintahan tetapi memiliki pengaruh dalam menentukan agenda pembangunan pemerintah, baik karena ada kaitan kekerabatan maupun karena hubungan pertemanan yang sangat erat dengan penguasa. Tahanan KPK Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Suami dari Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany sekaligus adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mungkin termasuk tipe yang terakhir disebutkan. Ia berada diluar struktur pemerintahan, tetapi diduga berperan penting dalam penentuan kebijakan tender proyek-proyek pemerintah di Provinsi Banten dan Tanger